Merakit Ulang Komponen Wajah Dinasti

4 minutes reading
Friday, 9 Aug 2024 21:05 0 1381 Anshar Aminullah
 

Pada tahun yang sama, di rentang 2015 jauh sebelum publik tahu bahwa Thariq sudah ikut haji di umur dua bulan, dimana pasca pembatalan Pasal 7 huruf (r) UU No. 1 Tahun 2015, maka sejak saat itu tidak ada lagi undang-undang yang melarang dinasti politik.

Meskipun tetap saja dalam pendekatan etika politik dan potensi interst kepentingan, hal ini tetap saja kontroversi dan berpotensi jadi beban sejarah dari setiap produk keluarannya yang berhasil menang tak terkecuali yang kalah sekalipun.

Sebagai sample kasus, mari kita tengok 100 tahun silam, tepatnya di negara bagian terbesar kedua Amerika Serikat, Texas. Negeri paman Sam akan selalu mencatat peristiwa ini.

Adalah Miriam A. “Ma” Ferguson, istri dari Gubernur James A Ferguson di tahun 1924, yang diberhentikan dari jabatannya oleh Dewan Perwakilan Texas (Texas House of Representatives). Dia mendukung istrinya, Miriam Ferguson, sebagai calon gubernur tepat setelah masa jabatannya berakhir terpaksa karena penyalahgunaan uang negara, korupsi dan kecurangan.

Miriam Ferguson kemudian berhasil memenangkan Pilgub ini dan mencatat sejarah sebagai gubernur perempuan pertama di negara bagian Texas. Dia bahkan terpilih kembali dan tercatat memimpin selama dua periode di Texas.

Ini menjadi contoh kasus, awal seorang pejabat politik yang masih memiliki pengaruh saat kekuasaannya yang belum lama selesai, akan mampu secara efektif melakukan take over alias mengalihkan kekuasaan kepada pasangan hidupnya dengan cara yang tetap terligitimasi proses politiknya.

Ini semacam upaya kepedulian di internal keluarga untuk mempertahankan kekuasaan, melalui maksimalisasi jaringan kolega dan keluarga , sekaligus penegasan idiom “Kalo bukan sekarang kapan lagi, kalo bukan kita siapa lagi”.

Kekuasaan Memproduksi Kekuasaan

Riset dari Yoes C Kenawas yang dipresentasikan pada Simposium Arryman Fellows, Northwestern University dengan judul The Rise of Political Dynasties in a Democratic Society, diungkapkan bahwa terdapat 202 kandidat kepala daerah pada Pilkada direntang tahun 2015-2018 yang besar kemungkinan terafiliasi dinasti politik. Ironisnya lagi, lebih dari setengahnya atau dikisaran 117 kandidat berhasil memenangkan pemilihan.

Padahal sistem sosial-politik kita awalnya telah diletakkan dengan baik oleh pendiri bangsa ini. Setupnya dibuat untuk mengatur kebaikan bersama, dimana di dalamnya terdapat kebajikan bersama yang kita sandarkan pada tempat yang mampu secara automatis menertibkan motif-motif liarnya kepentingan individu.

Hadirnya wajah baru dinasti politik tak hanya membuat khawatir para aktivis demokrasi, ini juga menjadi pengabaian kualitas personal secara tak langsung bagi para loyalis serta para ordal (orang dalam) sang penguasa.

Betapa tidak, ruang bereksplorasi terhadap kemampuan leadership di level yang sama dengan sang boss, pada akhirnya berakhir ‘ekploitasi’ meskipun efek sakit hatinyanya tak ekstrim lagi, ini dikarenakan telah didahului obat peredam rasa nyeri bernama proyek dan jabatan struktural.

Mereka ibarat menciptakan lapangan bertanding bagi demokrasi namun dalam keadaan yang kurang berimbang. Ini semacam pertandingan juara La Liga Spanyol dengan skuad terbaik yang akan berhadapan dengan PSM Makassar.

Tentu pemenangnya sudah bisa kita prediksi, meskipun PSM dengam variabel Rano dg Ngalle masuk berkali-kali berdoa di tiang gawang, tetap saja kita sudah tahu lebih awal siapa yang paling banyak kebobolan.

Tak hanya itu, struktur dari atas hingga ke bawah telah dirapikan lebih awal, sehingga ruang gerak kompetitor mencari peluang dukungan menjadi makin sempit.

Aneh tapi nyata memang, begitu mudahnya sekarang ini kita membuka gerbang selebar-lebarnya bagi person-person yang sedang berupaya membuat tatanan pada struktur awal wajah baru dinasti, dengan varian tingkat pengalaman yang rendah ditambah potensi nyali yang lemah.

Kita mafhum dengan fakta, bahwa Meskipun hampir di semua negara secara historis menggunakan sistem kekerabatan sebagai prinsip utama dalam pembagian kekuasaan politik.

(Video Highlight Merakit Ulang Komponen Wajah Dinasti)

Namun pun demikian, ketika wajah baru dinasti ini pada akhirnya menjadi hal yang sulit dihindari dalam Pilkada serentak di November 2024 serta Pilkada kedepannya, mau tak mau, suka tak suka, kita mesti mempermaklumkannya dan tetap memiliki asa, bahwa mereka masih memiliki niatan kuat untuk mengadaptasikannya dengan asas kolektivisme,
yang mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal di wilayah masing-masing.

Meskipun permakluman kita di atas pada akhirnya menjadi semacam kerancuan sikap, yang dilatarbelakangi oleh semacam inkonsistensi pada mental kita, keburaman pada spiritualitas, dan potensi kemunafikan moral kita.

Atau kita bersepakat saja, bahwa seseorang yang sedang merawat peluang berkuasa melalui bentukan wajah baru dinastinya, bukan karena mengalami ketimpangan kondisi perekonomian, dan bukan sedang melakukan manipulasi karena keterpaksaan.

Bisa jadi karena keadaan mereka yang sedang berada di tengah atmosfer sistemik, dimana mainstream budayanya memang sedang dipenuhi manipulasi, kebohongan, kecurangan serta keserakahan.

Dan disaat bersamaan, kondisi kepribadian serta moral para perakit ulang Komponen wajah dinasti ini, memang secara bertahap telah dilemahkan dan dihancurkan oleh kondisi lingkungan sosialnya yang hanya memberikan pilihan semacam itu.
Wallahu A’lam