Mattoanging, Prasasti Mantra ‘Sakti’ Sang Rano

3 minutes reading
Wednesday, 23 Aug 2023 15:46 0 1321 Anshar Aminullah
 

Siang cerah disuatu waktu menjadi saat yang tepat untuk menikmati secangkir kopi dari sebuah Warkop di sudut kota Makassar. Hallo Bossku, adakah…? Suara khas ngebass itu cukup familiar. Namanya Rano Daeng Ngalle. Pria bertubuh gempal ini menjadi pengunjung tetap warkop tempat ngopi saya. Konon, jika ada yang mengaku Fans fanatik PSM tapi tak mengenal Rano itu berarti ada dua kemungkinan, dia adalah Fans berstatus baru, ataukan dia adalah fans dadakan mengarah palsu.

Meski telah menginjak usia nyaris diangka 50, namun wajahnya masih terlihat cerah dan bercahaya. Mungkin karena air wudhu dari shalat 5 waktunya yang selalu dia jaga yang membuatnya selalu terlihat menyejukkan, walau terkadang dibeberapa kerupan garis wajah masih menampakkan beban dari setiap episode perjuangan hidupnya.

Kerja serabutan yang penting halal tetap menjadi prinsip utamanya. Dua hal ini yang kadang membuat saya merasa iri dari seorang Rano Daeng Ngalle. Istiqomahnya untuk lebih dahulu melangkahkan kakinya ke masjid tepat ketika Adzan berkumandang, dengan konsistensi mencari nafkah halal yang menurutnya semua buat membantu kehidupan sehari-hari sang ibundanya tercinta.

Keluhan dan curhatnya selalu saya sempatkan untuk mendengarkannya. Dia selalu sedih jika mengenang nasib Mattonging yang tak kunjung jelas nasibnya. Saya masih ingat bagaimana dia terisak menangis bahagia saat Walikota Pare-Pare beberapa waktu lalu meresmikan penggunaan Stadion Sepakbola di wilayahnya untuk menjadi markas kandang Klub kesayangannya, PSM.

Tak henti-hentinya dia mendoakan Walikota Pare-Pare agar selalu sehat dan sukses. Meski doa agar menjadi Gubernur Sulsel belum sempat saya dengarkan saat itu, entah apa penyebabnya. Mungkin Rano tak berpikiran soal dukung mendukung dalam politik. Atau mungkin saja dia punya bocoran survey kuat lemahnya kandidat yang bakal mengendarai partai berwarna kuning ini.

Mantranya pun masih dia ingat, ulah tengil. Mengencingi gawang lawan pun masih selalu ingin dia ulang kembali. Bertahun-tahun yang lalu sebelum Stadion Mattoanging dirobohkan lalu diPHP oleh pemprov akan dibangun kembali, tak lengkap rasanya menonton PSM jika ritual unik belum dilakukan oleh Rano di Mattoangin kala itu. Hingga pada akhirnya regulasi PSSI yang menghalangi. untuk tak melakukan tindakan yang tidak masuk regulasi PSSI ataupun yang dperbolehkan aturan FIFA.

 

Disuatu kesempatan dia pernah berterus terang perihal ritual mengencingi gawang. Menurutnya itu bukan semacam santet atau sihir. Itu murni permainan psikis agar kiper lawan merasa terganggu dengan bau pesing bekas air kencing tadi. Jangan mempercayainya, itu bisa musyrik kurang lebih pesan yang ingin disampaikannya.

Meskipun PSM telah kembali ke puncak klasemen dan antusias bermain mesti itu di stadion yang jauh dari hirup pikuk kota Makassar, namun tak sedikit fans fanatik yang berharap stadion Mattoanging segera bisa dibangun kembali. Sebab dia adalah simbol dari sejarah panjang klub sepakbola kebanggaan orang Sulsel ini.

Mattoangin juga menjadi rumah bersama para penikmat sepakbola antar suku dan lintas generasi di Makassar. Stadion Mattoanging juga menjadi saksi bisu sumber pengambil kebijakannya lebih memilih rompi orange dibanding jersey merah milik PSM. Dan Stadion Mattoanging juga telah menjadi prasasti abadi dari mantra ‘sakti’ milik Sang Rano Daeng Ngalle.

Artikel ini telah terbit sebelumnya di :

https://portalmedia.id/kolom/19/mattoanging-prasasti-mantra-sakti-sang-rano