Belajar Komitmen dan Pengabdian Tulus pada Pak Mail

3 minutes reading
Wednesday, 23 Aug 2023 15:45 0 1284 Anshar Aminullah
 

Usianya kian menua. Raut di wajahnya sudah penuh kerutan. Rambutnya sudah nyaris memutih seluruhnya. Dia mungkin tak sekuat dulu lagi, namun menyelesaikan segala tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya masih seperti dulu finishingnya, kelar, tuntas dan memuaskan. Namanya pak Mail, usianya sudah menginjak sekitar 60-an. Dia adalah salah satu saksi sejarah sebuah kampus swasta di Sulsel, dari memulai di titik nol ke titik 9 hingga turun ke titik dibawah 5 , kira-kira seperti itulah analogi fluktuasi naik turunnya kampus tersebut. Jika ada mahasiswa yang tak mengenalnya, mungkin mahasiswa tersebut tak pernah tuntas menyelesaikan BPP Kuliahnya satu semester pun, sehingga tak pernah mengijakkan kakinya sama sekali di Kampus tersebut.

Senyuman khas dan kelembutan bertuturnya nyaris tak pernah berubah sejak pertama kali mengenal beliau 22 tahun lalu. Dan tampilan serta perangai tersebut nyaris dia lakukan pada ribuan mahasiswa yang pernah berinteraksi dengannya. Pak Mail memang menjadi person yang gampang diingat namun sulit dilupakan oleh para penimba ilmu lintas propinsi di kampus itu.

Di usia yang sudah tak muda lagi, mestinya memang Pak Mail ini sudah harus beristirahat santai di rumah sambil menikmati secangkir kopi dan sepiring pisang goreng buatan sang Istri. Namun apa daya, tuntutan pekerjaan dan asap dapur yang harus mengepul setiap hari memaksanya harus tetap bekerja ekstra disisa-sisa tenaganya diusia jelang senja. Zaman memang kadangkala tak berpihak bagi beberapa rakyat kecil. Dan pak Mail mungkin menjadi salah satu di dalamnya. Namun demikianlah adanya, saat bangsa ini butuh orang-orang yang tulus dan berkomitmen tinggi dalam menjalankan amanah yang diembannya, justru kesempatan itu kadangkala nyasar pada beberapa person yang terlihat berkomitmen tinggi dan amanah, namun itu hanya terlontar tepat saat mengumbar janji politiknya dimasa kampanye. Ironisnya, itu berulang dan berulang terjadi. Dan masyarakat kita juga kadangkala tetap bisa memaafkannya.

Sosok Pak Mail ini memberikan pelajaran berharga bagi para generasi muda kita. Bahwa usia tak boleh menjadi penghalang untuk tetap memberikan yang terbaik bagi tempat kita mengais rejeki. Bukan soal tinggi atau rendahnya gaji yang diterima, ini soal pertanggung jawaban kita dihadapan Allah Swt kelak atas kewajiban bekerja kita pada atasan yang menggaji kita. Abaikanlah atasan yang kadang lupa membayar gaji atau bahkan berpura-pura lupa bahwa pernah menjanji kenaikan gaji. Pak Mail telah melewati semua ini. Baginya, kesehatan dan kebahagiaan bisa dipertemukan dengan orang-orang berilmu mungkin sudah menjadi berkah tersendiri baginya. Bahwa kelak di yaumil akhir, ketika Allah Swt memberikan tempat paling mulia pada orang-orang berilmu khususnya yang pernah menimbanya di kampus tempat Pak Mail bekerja, percayalah, nama pak Mail harus tetap menjadi salah satu penerima manfaat amal jariah tersebut atas segala baktinya mengurus orang banyak semasa kuliah. Dan mungkin sudah saatnya diantara kita mengintrospeksi diri, jangan sampai secara tidak sengaja atau bahkan dengan sengaja pernah mendzlimi Pak Mail, lelaki tua yang selalu menjaga sholat dan memuliakan istri serta kedua orang tuanya. Maka tak salah jika kita merasa was-was, bahwa jenis doa orang-orang seperti Pak Mail ini telah mendapat garansi ratusan tahun silam oleh Islam, bahwa tak ada sekat sedikitpun antara dia dengan Allah.

Pertanyaannya sekarang, berapa banyak diantara kita yang telah tulus menyelesaikan kewajiban namun masih terabaikan hak kita oleh para pemilik kuasa membayarkan setiap tetes keringat kita. Ingatlah, Allah selalu punya cara membalas dari arah yang tidak terduga, tepat saat kita merasa semua sedang baik-baik saja. Wallahu A’lam.

Artikel ini telah terpublish di https://portalmedia.id/kolom/20/belajar-komitmen-dan-pengabdian-tulus-pada-pak-mail